ASSURE dan Media Pembelajaran *)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Belajar adalah
usaha yang dilakukan secara sadar dan terstruktur dalam rangka mengembangkan
setiap potensi yang ada didalam diri pebelajar. Pada kegiatan belajar, terdapat
unsur interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan komunikasi dua arah
yang keseluruhan unsur tersebut dirangkai dan dibingkai dalam satu rangkaian
yang bersifat edukatif demi mencapai perkembangan si pebelajar. Mengenai
perubahan tingkah laku ini Hergenhahn dan Olson (2008:8) mengungkapkan bahwa
belajar adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen
yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke temporary body
states (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit,
keletihan atau obat-obatan. Dalam hal ini, Hergenhahn dan Olson ingin
menekankan proses belajar tersebut pada hasil yang diraih setelah proses
pembelajaran tersebut dilakukan. Setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen sebagai hasil proses pembelajaran itulah yang dikatakan sebagai
belajar.
Pada pengertian
diatas, terdapat beberapa kategori khusus yang menjadikan satu kegiatan
tersebut disebut sebagai satu kegiatan belajar. Yait; adanya usaha yang
dilakukan secara sadar dan tersturktur dapat kita katakan terjadi proses,
kemudian ada perubahan tingkah laku kita katakan sebagai hasil. Dari
pelaksanaan proses belajar, maka ada dua unsur penting yang tidak dapat
dipisahkan dari belajar, yaitu unsur guru dan murid. jika pada awalnya kegiatan
belajar ini lebih menjadikan guru sebagai sumber ilmu (teacher centered), maka alam
tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam
pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme.
Menurut pandangan
ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran
siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu
sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher
centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat
pada siswa (student centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau
pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa
atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar,
berupa lingkungan.
Uraian pendapat
diats, menyimpulkan secara sederhana bahwa ternyata belajar itu adalah satu
proses komunikasi positif, yaitu satu proses penyampaian informasi / pesan (isi
atau materi) dari sumber pesan melalui media tertentu kepada siswa selaku
penerima informasi / pesan. Pada pengertian ini, jelas terlihat ada perantara
yang menhubungkan antara guru dengan siswa yaitu media. Menurut beberapa
kalangan pada awalnya media dalam pembelajaran hanya diposisikan sebagai satu
alat bantu untuk melancarkan proses pembelajaran. Tetapi pada perkembangannya,
media dewasa ini tidak lagi hany dibatasi pada alat bantu saja tetapi juga
sudah bias dikatakan sebagai sumber belajar.
Berdasarkan
deskripsi di atas, maka media adalah bagian yang sangat penting dan tidak
terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan
pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, lebih jauh perlu dibahas tentang
arti, posisi, fungsi, klasifikasi, dan karakteristik beberapa jenis media,
untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman sebelum menggunakan atau mungkin
memproduksi media pembelajaran.
B.
Tujuan
Penulisan Makalah
Penulisan makalah
ini bertujuan untuk :
1.
Memberikan gambaran kepada para pembaca tentang
hakikat media pembelajaran
2.
Menguraikan tentang model ASSURE sebagai salah
satu teori yang sering diterapkan dalam pemilihan dan penggunaan media
pembelajaran
3.
Memperlihatkan satu model penggunaan media dalam
satu pembelajaran dengan menerapkan model ASSURE
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teknologi dan Media dalam Pembelajaran
Kata Teknologi adalah
satu kata yang sering kali kita dengar dalam kehidupan keseharian. Setiap kali
mendengar kata teknologi¸maka kita akan membayangkan tentang satu peralatan
canggih berbasis mesin dan benda-benda otomatis yang dikendalikan dengan system
komputerisasi. Selain itu, kata teknologi
juga akan mengantarkan imajinasi kita pada seperangkat langkah yang
sistematis yang dipakai untuk penyelesaian satu masalah. Secara kebahasaan kata
teknologi ini berasal dari bahasa
yunani TECHNOLOGIA. Terdiri dari dua suku kata, yaitu Techne yang berarti kemampuan dan logia yang berarti ungkapan. Sehingga
menurut Wikipedia, 2006 mendefinisikan teknologi itu sebagai istilah yang luas
dengan pemanfaatan dan pengetahuan tentang perkakas dan keterampilan.
Pada ranah Teknologi Pengajaran, teknologi tersebut
dipandang dari sisi pemanfaatan dan pengetahuan spesifik dari perkakas dan
keterampilan di dunia pendidikan. Artinya, guru harus mampu menemukan teknologi
yang tepat dan sesuai dengan kelas yang
tengah mereka hadapi. Guru juga harus mampu memperkaya dan memperluas
pengetahuan mereka tentang pemanfaatan dan perkembangan teknologi di dunia
pendidikan. Hal ini menjadi penting karena guru akan berhadapan dengan siswa
yang terdiri dari berbagai kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki.
Sehingga pemilihan teknologi yang bersifat membantu proses pembelajaran akan
sangat menentukan pada tingkat keberhasilan pembelajaran.
Untuk wilayah pendidikan ini, maka teknologi tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Yaitu teknologi rendah, sedang dan
teknologi tinggi. Teknologi rendah adalah teknologi yang tidak membutuhkan
listrik sebagai perangkat utamanya, teknologi sedang sudah mulai membutuhkan
kelistrikan dan teknologi tinggi sudah diwarnai dengan kemampuan komputerisasi.
Media, merupakan
bentuk jamak dari perantara (medium) yang berasal dari bahasa Latin yang
memiliki makna sebagai “antara”. Istilah ini menjadikan media sebagai wadah
yang luas dengan spesifikasi wajib yang harus dimiliki media adalah ada sumber,
ada pesan atau informasi dan ada penerima pesan atau informasi tersebut. Media pembelajaran telah didefinisikan sebagai sarana yang
berupa alat yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik (Reiser & Gagnt.
1983). Berdasarkan definisi ini, maka setiap alat bantu dalam hal pembelajaran, mulai dari benda hidup hingga buku pelajaran computer dan sebagainya, akan diklasifikasikan sebagai media pembelajaran.
Enam Kategori dasar dari media yang digunakan dalam
adalah sebagai berikut :
1.
Teks
2.
Audio
3.
Visual,
4.
Video,
5.
Perekayasa (manipulative)
6.
Orang-orang
·
Teks, merupakan karakter alfanumerik yang
mungkin ditampilkan dalam format apapun. Buku, poster, papan tulis dan lain
sebagainya.
·
Audio, mencakup semua yang bisa didengar. Mulai
dari suara orang, music suara mekanis dan sebagainya.
·
Visual, meliputi diagram pada sebuah poster,
papn tulis, layar computer dan sebagainya.
·
Video, meliputi berbagai media yang berbasis
gambar bergerak.
·
Perekayasa, salah satu contoh yang sering
digunakan leh guru ddi dalam kelas saat ini adalah alat peraga.
·
Orang-orang, media ini bisa berupa guru, murid
atau manusia lainnya. Dalam pembelajaran media ini lazim disebut dengan model.
Dalam hal penggunaan media ini, seorang guru haruslah
memahami format media yang digunakan dan kelas yang tengah dihadapi.
Perkembangan format media saat ini telah sampai pada sistim komputerisasi yang
digunakan oleh format media tersebut.
Teknologi dan media yang telah diuraikan diatas,
sangat berhubungan dengan bahan-bahan pengajaran yang digunakan oleh guru.
Dengan arti kata, seorang guru harus mampu merancang, menggunakan hingga
mengevaluasi teknologi dan media yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan ini akan tergambar dalam penyusunan bahan pengajaran yang akan
digunakan. Bahan pengajaran yang kuat akan menghasilkan satu proses belajar
yang tidak terbatas. Dan sebaliknya, jika guru tidak mampu menyusun dan
merancang bahan pembelajaran secara kuat, maka belajar yang akan dialami siswa
akan menjadi belajar yang terbatas.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004),
belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman.
Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem
yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga
menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S.
Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia
untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude.
Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude)
tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi
sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Edgar Dale dalam tulisannya cone of experience,
menyatakan bahwa tingkatan tertinggi dari satu proses belajar yang dialami
manusia adalah proses belajar dengan kemampuan belajar secara abstrak. Untuk memahami peranan media dalam
proses pembelajaran dalam rangka mendapatkan pengalaman belajar siswa, Edgar
Dale melukiskan dalam sebuah kerucut yang dinamakan Kerucut pengalaman (Cone of
Experience). Kerucut Pengalaman ini digunakan untuk menentukan alat bantu atau
media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara
mudah.Kerucut pengalaman Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman
belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami
sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media
tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin kongkrit siswa
mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh
siswa.
Kamajuan pemerolehan pengalaman belajar dari pengalaman
konkret menjadi abstrak tersebut menurut Salomon diibaratkan seperti sebuah
pesawat yang sedang terbang. Pengalaman siswa diibaratkan seperti berada pada satu pesawat yang akan
terbang, lepas landas hingga akhirnya akan berada di langit. Pengalaman berada
di langit diibaratkan sebagai pengalaman belajar abstrak yang di alami oleh
peserta didik.
Pada akhirnya kemampuan pebelajar menggunakan media
yang abstrak dengan konsep pengetahuan yang bersifat konkret akan semakin
meminimalkan waktu dan ruang serta kebutuhan belajar yang diperlukan.
Sementara itu, Belajar didefinisikan sebagai
perubahan terus menerus dalam kemampuan yang berasal dari pengalaman pebelajart
dengan dunia (Driscoll, 2000) gagasan ini dicetuskan oleh John Dewey.
Menurutnya, sebagaian besar dari manusia tidak belajar dari carta diberitahu,
tetapi lebih banyak pada proses berbuat dan mengalami.
Dalam belajar, seorang guru harus mampu memfasilitasi
4 (empat) ranah utama belajar. Yaitu : ranah Kognitif, Afektif, Psikomotor dam
ranah interpersonal. Keempat ranah utama tersebut, menurut Salomon adalah ranah
yang harus diisi dengan proses belajar yang sesuai. Artinya guru sangatr
bertanggung jawab terhadap kemampuan peserta didiknya terhadap keempat ranah
tersebut.
Setelah guru memahami arti dan tanggung jawab mereka
dalam hal belajar, masoh terdapat hal penting yang harus dikuasai oleh guru.
Yaitu, guru harus mempunyai cara pandang yang tepat tentang peran tekonologi
dan media dalam proses belajar. Cara pandang atau perspektif yang tepat hars
digunakan oleh guru menurut salomon adalah Perspektif Psikologis mengenai
belajar.
Berikut akan dijelaskan secara ringkas tentang
perspektif utama mengenai belajar dan implikasinya.
Behaviour Perspektif.
BF Skinner, salah satu penganut perspektif behavioristik
menyatakan bahwa dalam proses belajar yang dapat diamati secara jelas adalah
perubahan prilaku yang pada masanya akan menjadi satu kebiasaan bagi para
pebelajar. Sisi respon prilaku menurut BF Skinner, akan mendapatkan penguatan
dan akan selalu terjadi proses pengulangan terhadap prilaku yang sama.
Disebabkan cara pandang ini hanya meletakkan pengamatan pada prilaku, cara
pandang belajar behavioristik akan membuat belajar menjadi proses yang sederahana.
Para penganut faham ini, tidak berani untuk menduga atau mereka-reka proses
internalisasi pebelajar. Sehingga kecenderungan cara pandang ini akan
meletakkan tujuan pembelajaran pada hal-hal yang sangat sederhana dan mudah
diamati secara langusung.
Kognitif Perspektif
Jika behavior perspektif hanya mengamati prilaku
sebagai sebuah respon dari stimulus yang kemudian diberikan penguatan sehingga
prilaku berulang tersebut akan menjadi kebiasaan, maka pada perspektif kognitif
sudah mulai berani menjadikan variable psikologis pebelajar sebagai variable
penting dalam belajar.
Swiss Jean Piaget (1977), menyatakan bahwa terdapat proses mental yang terjadi dalam proses
belajar. Para pebelajar akan mampu menerima dan memproses informasi. Artinya,
akan terjadi proses mental yang tersimpan dalam ingatan jangka pendek dan
ingatan jangka panjang. Perspektif ini menyatakan bahwa para siswa akan merasa
kurang bergantung pada panduan guru dan lebih mengandalkan setrategi kognitif
mereka sendiri dalam hal memanfaatkan sumber belajar yang tersedia.
Konstruktivis perspektif
Cara pandang ini lebih luas lagi dari perspektif
sebelumnya. Perspektif ini menyatakan bahwa pebelajar akan menilai proses belajar
yang mereka lalui sebagai proses pengalaman mereka sendiri. Dan faham ini
menyatakan bahwa pada intinya proses belajar adalah proses menciptakan suasana yang
membuat siswa sapat menafsirkan
informasi bagi pemahaman mereka sendiri. Ada kebebasan yang luas diberikan
kepada siswa untuk menilai proses dan pengalaman yang mereka alami.
Proses penemuan informasi dari pengalaman belajar yang
diakukan oleh siswa tersebut akan ditasbihkan sebagai hasil belajar yang telah
dilakukan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
peran pengajaran adalah memberikan siswa cara-cara untuk menyusun pengetahuan
bukan memberikan mereka fakta-fakta baku. Belajar akan lebih bermakna ketika
siswa dilibatkan secara aktif dalam proses yang tengah mereka lalui. Dengan
tugas-tugas autentik dan tugas-tugas yang memaksa mereka untuk melakukan
sesuatu (Learning by doing)
Perspektif Psikologi Sosial
Pada perspektifi inilah, Robert Slavin muncul dengan
model pembelajaran kooperatifnya. Slavin menitik beratkan proses belajar
tersebut efek belajar secara organisasi social yang ada didalam ruang kelas.
Robert Slavin menyatakan bahwa sikap individualistic dan persaingan dalam
belajar mengajar akan menbuat suasana belajar mengajar menjadi sangat tidak
menarik. Oleh karena itu, Slavin menilai bahwa keberhasilan belajar mengajar
terletak pada kemampuan siswa menghargai dan mencitpakan hubungan interpersonal
diantara mereka.
Sehingga menurut Slavin belajar yang baik mestinya
dilakukan secarea kooperatif. Meskipun dalam pembelajaran kooperatif tidak
serta merta menghilangkan proses kompetisi dalam belajar, tetapiu dengan cara
ini, siswa akan lebih dapat dikendalikan secara baik dan menggiring mereka
kedalam kompetisi positif dalam belajar
B.
Analisa
model ASSURE
Kunci utama keberhasilan penggunaan teknologi dan media
oleh guru adalah ketepatan analisa kebutuhan pada proses pembelajaran yang akan
berlangsung. Guru harus secara tepat memutuskan teknologi dan media yang mereka
gunakan. Kemudian juga penggunaan model pembelajaran juga akan menjadi point
penting pagi peran teknologi dan media dalam belajar.
Salah satu model belajar yang dapat dijadikan sebagai
standard ukuran keefektifan penggunaan teknologi dan media dalam belajar adalah
model ASSURE.
Model ASSURE, menyajikan tahapan-tahapan pembelajaran
yang sistematis yang diawali dengan tahapan analisis. Lebih dari itu, model
ASSURE ini juga meletakkan tujuan
(hasil) belajar secara terperinci. Sehingga akan mermudahkan guru untuk
mengamnbil keputusan tentyang teknologi dan media yang akan mereka gunakan.
ASSURE model merupakan suatu rujukan bagi
pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan
dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta
didik(Smaldino,dkk.,2008:87). Pembelajaran dengan menggunakan ASSURE Model mempunyai beberapa tahapan
yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi
peserta didik. Tahapan tersebut menurut Smaldino merupakan penjabaran dari ASSURE Model, adalah sebagai berikut:
1. Analyze
Learner
(Analisis Pembelajar)
Tujuan
utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa
yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam
pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci
dari diri pembelajar yang meliputi :
-
Karakteristik umum
Karakteristik umum siswa dapat
ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat
perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi
patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan
pelajaran.
-
Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar
Penelitian yang terbaru menunjukkan
bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh
dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan
perkembangan psikologi siswa (Smaldino dari Dick,carey & carey,2001). Hal ini akan memudahkan
dalam merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat
diserap dengan
optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
-
Gaya Belajar
Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda
dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya
interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran.
Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu: 1. Gaya
belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca,2.
Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh
peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius,3. Gaya
belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh
peserta didik jika dia sudah mempraktekkan sendiri.
2. State
Standards and Objectives (Menentukan standard dan tujuan)
Tahap selanjutnya dalam ASSURE model
adalah merumuskan tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik
dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran.
Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari
strategi, media dan pemilihan media yang tepat.
Dasar dalam penilaian pembelajaran ini
menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan dikuasai
oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar dalam pembelajaran siswa yang
lebih bermakna. Sehingga sebelumnya peserta didik dapat mempersiapkan diri
dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran
yang Berbasis ABCD
Menurut Smaldino,dkk.,setiap rumusan
tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat
membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar
berikut asesmen dalam KBM. Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai
berikut:
A
= audience
Pebelajar
atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik,
apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya
sebaiknya jelas dan rinci.
B
= behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan
dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam
penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang
terukur dan dapat diamati.
C
= conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang
memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan
metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi
ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang
diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung.
D
= degree
Persyaratan
khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa
pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat
dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti
tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap
dapat mengukur pencapaian kompetensi.
3.
Select Strategies, Technology, Media,
and Materials (Memilih, Strategi, Teknologi, Media
dan Bahan ajar)
Langkah selanjutnya dalam membuat
pembelajaran yang efektif adalah mendukung pemblajaran dengan menggunakan
teknologi dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan media
dan bahan ajar. Pemilihan strategi pembelajaran disesuaikan dengan standar dan
tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi
siswa yang nantinya dapat mendukung pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat
mengandung ARCS model (Smaldino dari Keller,1987). ARCS model dapat membantu
strategi mana yang dapat membangun Attention
(perhatian) siswa, pembelajaran berhubungan yang Relevant dengan keutuhan dan tujuan, Convident , desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan
pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction
dari usaha belajar siswa.
4.
Utilize Technology, Media and Materials
(Memanfaatkan Teknologi, Media dan Bahan Ajar)
Sebelum memanfaatkan media dan bahan
yang ada, sebaiknya mengikuti langkah-langkah seperti dibawah ini,yaitu:
a). mengecek
bahan (masih layak pakai atau tidak)
b). mempersiapkan
bahan
c). mempersiapkan
lingkungan belajar
d). mempersiapkan
pembelajar
e). menyediakan
pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar)
5.
Require Learner Parcipation
(Menegmbangkan Peran Serta Peserta Didik)
Dalam mengaktifkan
pembelajar di dalam proses pembelajaran sebaiknya memperhatikan keadaan
psikologisnya. Gambaran
psikologis dari siswa adalah sbb:
·
behavioris, karena tanggapan/respon
yang sesuai dari pengajar dapat menguatkan stimulus yang ditampakkan
pembelajar.
·
kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat memperkaya
skema mentalnya.
·
konstruktivis, karena pengetahuan yang diterima pembelajar akan lebih
berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung setiap
aktivitas dalam proses pembelajaran.
·
sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau
teman dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi
segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.
6.
Evaluate and Revise
(Mengevaluasi dan Memperbaiki)
Penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk
mengembangkan kualitas pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan
dua tahapan yaitu:
a)
Penilaian Hasil Belajar Siswa, penilaian ini mencakup hasil belajar siswa yang
otentik, hasil belajar portofolio dan hasil belajar yang tradisional /
elektronik.
b)
Menilai dan Memperbaiki Strategi, teknologi dan Media
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Unsur media dalam pembelajaran dewasa
ini, tidak lagi hanya dipandang sebagai sebatas alat yang membantu guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu seiring dengan kemajuan
dan sentuhan teknologi maka media juga bisa berfungsai sebagai sumber belajar. Artinya,
dengan media pembelajaran yang tepat, interaktif dan menarik pebelajar akan
dapat melaksanakan proses belajar meskipun tanpa bantuan guru
Model ASSURE dicetuskan oleh Heinich,
dkk. Sejak tahun 1980-an, dan terus dikembangkan oleh Smaldino, dkk. Hingga
sekarang. Satu hal yang perlu dicermati dari model ASSURE ini, walaupun
berorientasi pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), model ini tidak menyebutkan
strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi pembelajaran dikembangkan
melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar, serta peran serta
peserta didik di kelas.
Manfaat dari model ASSURE, yaitu :
-
Sederhana, relatif mudah untuk diterapkan.
-
Karena sederhana, maka dapat
dikembangkan sendiri oleh pengajar.
-
Komponen KBM (Kegiatan Belajar
Mengajar) lengkap.
-
Peserta didik dapat dilibatkan dalam
persiapan untuk KBM
*) Disampaikan sebagai salah satu tugas akhir mata kuliah Media Pembelajaran Program Pasca Sarjana UNP 2012
DAFTAR BACAAN
Dewi
Salma Prawira dilaga & Eveline Siregar (2004) : Mozaik Teknologi Pembelajaran. Jakarta : Predana Media
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Seels Barbara and Richey, 1994. Instructional
Technology : Definition and Domain of
the Field. Washington DC: AECT
Smaldino, Sharon E, dkk. 2007. Instructional
Technology And Media For Learning Ninth
edition. New Jersey Columbus, Ohio: PEARSON Merrill Prentice Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar