WELCOME TO MY BLOG...ENGLISH FOR FUN & FUN WITH ENGLISH....DON'T FORGET TO LEAVE A COMMENT..!!:D

Selasa, 29 Mei 2012

ASSURE dan Media Pembelajaran


ASSURE dan Media Pembelajaran *)
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah
Belajar adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terstruktur dalam rangka mengembangkan setiap potensi yang ada didalam diri pebelajar. Pada kegiatan belajar, terdapat unsur interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan komunikasi dua arah yang keseluruhan unsur tersebut dirangkai dan dibingkai dalam satu rangkaian yang bersifat edukatif demi mencapai perkembangan si pebelajar.  Mengenai perubahan tingkah laku ini Hergenhahn dan Olson (2008:8) mengungkapkan bahwa belajar adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan. Dalam hal ini, Hergenhahn dan Olson ingin menekankan proses belajar tersebut pada hasil yang diraih setelah proses pembelajaran tersebut dilakukan. Setiap perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil proses pembelajaran itulah yang dikatakan sebagai belajar.
Pada pengertian diatas, terdapat beberapa kategori khusus yang menjadikan satu kegiatan tersebut disebut sebagai satu kegiatan belajar. Yait; adanya usaha yang dilakukan secara sadar dan tersturktur dapat kita katakan terjadi proses, kemudian ada perubahan tingkah laku kita katakan sebagai hasil. Dari pelaksanaan proses belajar, maka ada dua unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dari belajar, yaitu unsur guru dan murid. jika pada awalnya kegiatan belajar ini lebih menjadikan guru sebagai sumber ilmu (teacher centered), maka alam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme.
Menurut pandangan ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan.
Uraian pendapat diats, menyimpulkan secara sederhana bahwa ternyata belajar itu adalah satu proses komunikasi positif, yaitu satu proses penyampaian informasi / pesan (isi atau materi) dari sumber pesan melalui media tertentu kepada siswa selaku penerima informasi / pesan. Pada pengertian ini, jelas terlihat ada perantara yang menhubungkan antara guru dengan siswa yaitu media. Menurut beberapa kalangan pada awalnya media dalam pembelajaran hanya diposisikan sebagai satu alat bantu untuk melancarkan proses pembelajaran. Tetapi pada perkembangannya, media dewasa ini tidak lagi hany dibatasi pada alat bantu saja tetapi juga sudah bias dikatakan sebagai sumber belajar.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, lebih jauh perlu dibahas tentang arti, posisi, fungsi, klasifikasi, dan karakteristik beberapa jenis media, untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman sebelum menggunakan atau mungkin memproduksi media pembelajaran.

B.        Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.         Memberikan gambaran kepada para pembaca tentang hakikat media pembelajaran
2.         Menguraikan tentang model ASSURE sebagai salah satu teori yang sering diterapkan dalam pemilihan dan penggunaan media pembelajaran
3.         Memperlihatkan satu model penggunaan media dalam satu pembelajaran dengan menerapkan model ASSURE


BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Teknologi dan Media dalam Pembelajaran
Kata Teknologi adalah satu kata yang sering kali kita dengar dalam kehidupan keseharian. Setiap kali mendengar kata teknologi¸maka kita akan membayangkan tentang satu peralatan canggih berbasis mesin dan benda-benda otomatis yang dikendalikan dengan system komputerisasi. Selain itu, kata teknologi juga akan mengantarkan imajinasi kita pada seperangkat langkah yang sistematis yang dipakai untuk penyelesaian satu masalah. Secara kebahasaan kata teknologi ini berasal dari bahasa yunani TECHNOLOGIA. Terdiri dari dua suku kata, yaitu Techne yang berarti kemampuan dan logia yang berarti ungkapan. Sehingga menurut Wikipedia, 2006 mendefinisikan teknologi itu sebagai istilah yang luas dengan pemanfaatan dan pengetahuan tentang perkakas dan keterampilan.
Pada ranah Teknologi Pengajaran, teknologi tersebut dipandang dari sisi pemanfaatan dan pengetahuan spesifik dari perkakas dan keterampilan di dunia pendidikan. Artinya, guru harus mampu menemukan teknologi yang tepat dan sesuai dengan  kelas yang tengah mereka hadapi. Guru juga harus mampu memperkaya dan memperluas pengetahuan mereka tentang pemanfaatan dan perkembangan teknologi di dunia pendidikan. Hal ini menjadi penting karena guru akan berhadapan dengan siswa yang terdiri dari berbagai kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki. Sehingga pemilihan teknologi yang bersifat membantu proses pembelajaran akan sangat menentukan pada tingkat keberhasilan pembelajaran.
Untuk wilayah pendidikan ini, maka teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Yaitu teknologi rendah, sedang dan teknologi tinggi. Teknologi rendah adalah teknologi yang tidak membutuhkan listrik sebagai perangkat utamanya, teknologi sedang sudah mulai membutuhkan kelistrikan dan teknologi tinggi sudah diwarnai dengan kemampuan komputerisasi.
Media, merupakan bentuk jamak dari perantara (medium) yang berasal dari bahasa Latin yang memiliki makna sebagai “antara”. Istilah ini menjadikan media sebagai wadah yang luas dengan spesifikasi wajib yang harus dimiliki media adalah ada sumber, ada pesan atau informasi dan ada penerima pesan atau informasi tersebut. Media pembelajaran telah didefinisikan sebagai sarana yang berupa alat yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik (Reiser & Gagnt. 1983). Berdasarkan definisi ini, maka setiap alat bantu dalam hal pembelajaran, mulai dari benda hidup hingga  buku pelajaran computer dan sebagainya, akan diklasifikasikan sebagai media pembelajaran.
Enam Kategori dasar dari media yang digunakan dalam adalah sebagai berikut :
1.       Teks
2.       Audio
3.       Visual,
4.       Video,
5.       Perekayasa (manipulative)
6.       Orang-orang
·      Teks, merupakan karakter alfanumerik yang mungkin ditampilkan dalam format apapun. Buku, poster, papan tulis dan lain sebagainya.
·      Audio, mencakup semua yang bisa didengar. Mulai dari suara orang, music suara mekanis dan sebagainya.
·      Visual, meliputi diagram pada sebuah poster, papn tulis, layar computer dan sebagainya.
·      Video, meliputi berbagai media yang berbasis gambar bergerak.
·      Perekayasa, salah satu contoh yang sering digunakan leh guru ddi dalam kelas saat ini adalah alat peraga.
·      Orang-orang, media ini bisa berupa guru, murid atau manusia lainnya. Dalam pembelajaran media ini lazim disebut dengan model.
Dalam hal penggunaan media ini, seorang guru haruslah memahami format media yang digunakan dan kelas yang tengah dihadapi. Perkembangan format media saat ini telah sampai pada sistim komputerisasi yang digunakan oleh format media tersebut.
Teknologi dan media yang telah diuraikan diatas, sangat berhubungan dengan bahan-bahan pengajaran yang digunakan oleh guru. Dengan arti kata, seorang guru harus mampu merancang, menggunakan hingga mengevaluasi teknologi dan media yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Kemampuan ini akan tergambar dalam penyusunan bahan pengajaran yang akan digunakan. Bahan pengajaran yang kuat akan menghasilkan satu proses belajar yang tidak terbatas. Dan sebaliknya, jika guru tidak mampu menyusun dan merancang bahan pembelajaran secara kuat, maka belajar yang akan dialami siswa akan menjadi belajar yang terbatas.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Edgar Dale dalam tulisannya cone of experience, menyatakan bahwa tingkatan tertinggi dari satu proses belajar yang dialami manusia adalah proses belajar dengan kemampuan belajar secara abstrak. Untuk memahami peranan media dalam proses pembelajaran dalam rangka mendapatkan pengalaman belajar siswa, Edgar Dale melukiskan dalam sebuah kerucut yang dinamakan Kerucut pengalaman (Cone of Experience). Kerucut Pengalaman ini digunakan untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah.Kerucut pengalaman Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin kongkrit siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh siswa.
Kamajuan pemerolehan pengalaman belajar dari pengalaman konkret menjadi abstrak tersebut menurut Salomon diibaratkan seperti sebuah pesawat yang sedang terbang. Pengalaman siswa diibaratkan  seperti berada pada satu pesawat yang akan terbang, lepas landas hingga akhirnya akan berada di langit. Pengalaman berada di langit diibaratkan sebagai pengalaman belajar abstrak yang di alami oleh peserta didik.
Pada akhirnya kemampuan pebelajar menggunakan media yang abstrak dengan konsep pengetahuan yang bersifat konkret akan semakin meminimalkan waktu dan ruang serta kebutuhan belajar yang diperlukan.
Sementara itu, Belajar didefinisikan sebagai perubahan terus menerus dalam kemampuan yang berasal dari pengalaman pebelajart dengan dunia (Driscoll, 2000) gagasan ini dicetuskan oleh John Dewey. Menurutnya, sebagaian besar dari manusia tidak belajar dari carta diberitahu, tetapi lebih banyak pada proses berbuat dan mengalami.
Dalam belajar, seorang guru harus mampu memfasilitasi 4 (empat) ranah utama belajar. Yaitu : ranah Kognitif, Afektif, Psikomotor dam ranah interpersonal. Keempat ranah utama tersebut, menurut Salomon adalah ranah yang harus diisi dengan proses belajar yang sesuai. Artinya guru sangatr bertanggung jawab terhadap kemampuan peserta didiknya terhadap keempat ranah tersebut.
Setelah guru memahami arti dan tanggung jawab mereka dalam hal belajar, masoh terdapat hal penting yang harus dikuasai oleh guru. Yaitu, guru harus mempunyai cara pandang yang tepat tentang peran tekonologi dan media dalam proses belajar. Cara pandang atau perspektif yang tepat hars digunakan oleh guru menurut salomon adalah Perspektif Psikologis mengenai belajar.
Berikut akan dijelaskan secara ringkas tentang perspektif utama mengenai belajar dan implikasinya.

Behaviour Perspektif.
BF Skinner, salah satu penganut perspektif behavioristik menyatakan bahwa dalam proses belajar yang dapat diamati secara jelas adalah perubahan prilaku yang pada masanya akan menjadi satu kebiasaan bagi para pebelajar. Sisi respon prilaku menurut BF Skinner, akan mendapatkan penguatan dan akan selalu terjadi proses pengulangan terhadap prilaku yang sama. Disebabkan cara pandang ini hanya meletakkan pengamatan pada prilaku, cara pandang belajar behavioristik akan membuat belajar menjadi proses yang sederahana. Para penganut faham ini, tidak berani untuk menduga atau mereka-reka proses internalisasi pebelajar. Sehingga kecenderungan cara pandang ini akan meletakkan tujuan pembelajaran pada hal-hal yang sangat sederhana dan mudah diamati secara langusung.

Kognitif Perspektif
Jika behavior perspektif hanya mengamati prilaku sebagai sebuah respon dari stimulus yang kemudian diberikan penguatan sehingga prilaku berulang tersebut akan menjadi kebiasaan, maka pada perspektif kognitif sudah mulai berani menjadikan variable psikologis pebelajar sebagai variable penting dalam belajar.
Swiss Jean Piaget (1977), menyatakan bahwa terdapat  proses mental yang terjadi dalam proses belajar. Para pebelajar akan mampu menerima dan memproses informasi. Artinya, akan terjadi proses mental yang tersimpan dalam ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Perspektif ini menyatakan bahwa para siswa akan merasa kurang bergantung pada panduan guru dan lebih mengandalkan setrategi kognitif mereka sendiri dalam hal memanfaatkan sumber belajar yang tersedia.

Konstruktivis perspektif
Cara pandang ini lebih luas lagi dari perspektif sebelumnya. Perspektif ini menyatakan bahwa pebelajar akan menilai proses belajar yang mereka lalui sebagai proses pengalaman mereka sendiri. Dan faham ini menyatakan bahwa pada intinya proses belajar adalah proses menciptakan suasana yang membuat  siswa sapat menafsirkan informasi bagi pemahaman mereka sendiri. Ada kebebasan yang luas diberikan kepada siswa untuk menilai proses dan pengalaman yang mereka alami.
Proses penemuan informasi dari pengalaman belajar yang diakukan oleh siswa tersebut akan ditasbihkan sebagai hasil belajar yang telah dilakukan.  Lebih lanjut dikatakan bahwa peran pengajaran adalah memberikan siswa cara-cara untuk menyusun pengetahuan bukan memberikan mereka fakta-fakta baku. Belajar akan lebih bermakna ketika siswa dilibatkan secara aktif dalam proses yang tengah mereka lalui. Dengan tugas-tugas autentik dan tugas-tugas yang memaksa mereka untuk melakukan sesuatu (Learning by doing)

Perspektif Psikologi Sosial
Pada perspektifi inilah, Robert Slavin muncul dengan model pembelajaran kooperatifnya. Slavin menitik beratkan proses belajar tersebut efek belajar secara organisasi social yang ada didalam ruang kelas. Robert Slavin menyatakan bahwa sikap individualistic dan persaingan dalam belajar mengajar akan menbuat suasana belajar mengajar menjadi sangat tidak menarik. Oleh karena itu, Slavin menilai bahwa keberhasilan belajar mengajar terletak pada kemampuan siswa menghargai dan mencitpakan hubungan interpersonal diantara mereka.
Sehingga menurut Slavin belajar yang baik mestinya dilakukan secarea kooperatif. Meskipun dalam pembelajaran kooperatif tidak serta merta menghilangkan proses kompetisi dalam belajar, tetapiu dengan cara ini, siswa akan lebih dapat dikendalikan secara baik dan menggiring mereka kedalam kompetisi positif dalam belajar

B.        Analisa model ASSURE
Kunci utama keberhasilan penggunaan teknologi dan media oleh guru adalah ketepatan analisa kebutuhan pada proses pembelajaran yang akan berlangsung. Guru harus secara tepat memutuskan teknologi dan media yang mereka gunakan. Kemudian juga penggunaan model pembelajaran juga akan menjadi point penting pagi peran teknologi dan media dalam belajar.
Salah satu model belajar yang dapat dijadikan sebagai standard ukuran keefektifan penggunaan teknologi dan media dalam belajar adalah model ASSURE.
Model ASSURE, menyajikan tahapan-tahapan pembelajaran yang sistematis yang diawali dengan tahapan analisis. Lebih dari itu, model ASSURE ini  juga meletakkan tujuan (hasil) belajar secara terperinci. Sehingga akan mermudahkan guru untuk mengamnbil keputusan tentyang teknologi dan media yang akan mereka gunakan.
ASSURE model merupakan suatu rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan  bermakna bagi peserta didik(Smaldino,dkk.,2008:87). Pembelajaran dengan menggunakan ASSURE Model mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi peserta didik. Tahapan tersebut menurut Smaldino merupakan penjabaran dari ASSURE Model, adalah sebagai berikut:
1.       Analyze Learner  (Analisis Pembelajar)
Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci dari diri pembelajar yang meliputi :
-          Karakteristik umum
Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran.
-             Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan perkembangan psikologi siswa (Smaldino dari Dick,carey & carey,2001). Hal ini akan memudahkan dalam merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
-             Gaya Belajar
Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu: 1. Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca,2. Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius,3. Gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia sudah mempraktekkan sendiri.
2.       State Standards and Objectives (Menentukan standard dan tujuan)
Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan pemilihan media yang tepat.
Dasar dalam penilaian pembelajaran ini menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan dikuasai oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar dalam pembelajaran siswa yang lebih bermakna. Sehingga sebelumnya peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran. 

Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD
Menurut Smaldino,dkk.,setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM.  Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut:

A = audience
Pebelajar atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.
B = behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat diamati.
C = conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung.
D = degree
Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi.

3.       Select Strategies, Technology, Media, and Materials (Memilih, Strategi, Teknologi, Media dan Bahan ajar)
Langkah selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung pemblajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan media dan bahan ajar. Pemilihan strategi pembelajaran disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS model (Smaldino dari Keller,1987). ARCS model dapat membantu strategi mana yang dapat membangun Attention (perhatian) siswa, pembelajaran berhubungan yang Relevant dengan keutuhan dan tujuan, Convident , desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction dari usaha belajar siswa.

4.       Utilize Technology, Media and Materials (Memanfaatkan Teknologi, Media dan Bahan Ajar)
Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya  mengikuti langkah-langkah seperti dibawah ini,yaitu:
a).    mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak)
b).    mempersiapkan bahan
c).    mempersiapkan lingkungan belajar
d).    mempersiapkan pembelajar
e).   menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar)


5.        Require Learner Parcipation (Menegmbangkan Peran Serta Peserta Didik)
Dalam mengaktifkan pembelajar di dalam proses pembelajaran sebaiknya memperhatikan keadaan psikologisnya. Gambaran psikologis dari siswa adalah sbb:
·         behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai dari pengajar dapat menguatkan stimulus yang ditampakkan pembelajar.
·         kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat memperkaya skema mentalnya.
·         konstruktivis, karena pengetahuan yang diterima pembelajar akan lebih berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung setiap aktivitas dalam proses pembelajaran.
·         sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau teman dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.

6.       Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Memperbaiki)
Penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan dua tahapan yaitu:
a)      Penilaian Hasil Belajar Siswa, penilaian ini mencakup hasil belajar siswa yang otentik, hasil belajar portofolio dan hasil belajar yang tradisional / elektronik.
b)      Menilai dan Memperbaiki Strategi, teknologi dan Media




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Unsur media dalam pembelajaran dewasa ini, tidak lagi hanya dipandang sebagai sebatas alat yang membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu seiring dengan kemajuan dan sentuhan teknologi maka media juga bisa berfungsai sebagai sumber belajar. Artinya, dengan media pembelajaran yang tepat, interaktif dan menarik pebelajar akan dapat melaksanakan proses belajar meskipun tanpa bantuan guru
Model ASSURE dicetuskan oleh Heinich, dkk. Sejak tahun 1980-an, dan terus dikembangkan oleh Smaldino, dkk. Hingga sekarang. Satu hal yang perlu dicermati dari model ASSURE ini, walaupun berorientasi pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), model ini tidak menyebutkan strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi pembelajaran dikembangkan melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar, serta peran serta peserta didik di kelas.
Manfaat dari model ASSURE, yaitu :
-          Sederhana, relatif mudah untuk diterapkan.
-          Karena sederhana, maka dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar.
-          Komponen KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) lengkap.
-          Peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk KBM



*) Disampaikan sebagai salah satu tugas akhir mata kuliah Media Pembelajaran Program Pasca Sarjana UNP 2012  


DAFTAR BACAAN

Dewi Salma Prawira dilaga & Eveline Siregar (2004) : Mozaik Teknologi Pembelajaran. Jakarta : Predana Media

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Seels Barbara and Richey, 1994. Instructional Technology : Definition and Domain of the Field. Washington DC: AECT

Smaldino, Sharon E, dkk. 2007. Instructional Technology And Media For Learning Ninth edition. New Jersey Columbus, Ohio: PEARSON Merrill Prentice Hall.


readmore »»  

Selasa, 08 Mei 2012

Bahan Ajar Bahasa Inggris 5_Conversation

Berikut, saya hadirkan satu bentuk percakapan dalam bahasa Inggris. File berbentuk MP4, yang dapat di putar di program winamp atau sejenisnya, download filenya disini_masih_fahmi
readmore »»  

Bahan Ajar 4 Bahasa Inggris_Alphabet

Pengajaran bahasa Inggris pada tingkat dasar hingga intermediate tetap akan bersentuhan dengan materi-materi yang didasarkan pada alphabet. Seperti pengajaran Pattern Practice dan Pronunciation untuk tingkat lanjut, maka adalah hal penting untuk memperkenalkan alphabet yang benar sedari dini kepada peserta didik.
Untuk bahan ajar tentang Alphabet dapat di download diFahmi_ok_lagi berikut ini. Didalam lembaran ini, terdapat cara daftar alphabet disertai dengan cara pengucapan dan satu lagu alphabet yang biasa dinyanyikan dan bisa dijadikan sebagai salah satu cara membuat pembelajaran menjadi menyenangkan
readmore »»  

Sabtu, 05 Mei 2012

Penilaian Kinerja

PENILAIAN KINERJA 


A.        Penilaian Prestasi Kerja
Suatu instansi atau perusahaan tentunya memiliki tujuan, tujuan inilah yang membuat instansi atau perusahaan tersebut ada namun terkadang muncul kendala yang membuat tujuan tersebut tidak tercapai. Untuk mencegahnya maka perusahaan harus mendorong karyawan untuk mencapai kinerja dan prestasi yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Mangkuprawira (2004), mendefenisikan penilaian prestasi kerja sebagai proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Sementara itu, Sondang P Siagian (2001) menyatakan bahwa Penilaian Kinerja adalah satu tahapan yang penting bagi Kekaryaan pegawai yang bersangkutan
Dari pengertian penilaian prestasi kerja diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja membuat karyawan mengetahui tentang hasil kerja dan tingkat produktifitasnya hal tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan yang paling baik dalam menentukan pengambilan keputusan dalam hal promosi jabatan. Selain itu pelaksanaan penilaian prestasi kerja sangat penting dilakukan untuk membantu pihak manajemen di dalam mengambil keputusan mengenai pemberian bonus, kenaikan upah, pemindahan maupun pemutusan hubungan kerja karyawan. Adapun beberapa indikator penilaian prestasi keja :
a.       Kesetiaan
Kesetiaan dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun dilura pekerjaannya.
b.      Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya.


c.       Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada mengajukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
d.      Kreativitas
Kemampuan karyawan dan mengembangkan kreativitas untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna.
e.      Kerja Sama
Kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain, sehingga hasil pekerjaan akan lebih baik.
f.        Kepemimpinan
Kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi, mempunyai pribasi yang kuat, dihormati, beribawa dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.
g.       Kepribadian
Sikap, perilaku, kesopanan, disukai, memberikan kesan yang menyenangkan, memperhatikan sikap yang baik dan penampilan simpatik serta wajar dari karyawan tersebut.
h.      Prakarsa
Kemampuan berfikir yang rasional dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisa, menilai, menciptakan, memberikan alas an, mendapat kesimpulan dan membuat keputusan. Penyelesaian masalah yang dihadapinya.
i.         Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyatakan dan menjelaskan semua yang terlibat di dalam penyusunan kebijakan perusahaan.
j.        Tanggung Jawab
Kejadian karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakannya perilaku serta hasil kerja dari bawahannya.



B.        Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Adapun manfaat dari penilaian prestasi kerja (Mangkuprawira 2004) adalah sebagai berikut :
1.       Perbaikan kinerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja bermanfaat bagi karyawan, manajer dan Departemen personalia dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja.
2.       Penyesuaian kompensasi.
Penilaian prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3.       Keputusan penempatan.
Promosi, transfer, dan penurunan jabatan  biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.
4.       Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Prestasi yang buruk mungkin menunjukkan kebutuhan latihan.  Demikian juga, setiap karyawan hendaknya selalu mampu mengembangkan diri.
5.       Perencanaan dan pengembangan karir.
Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karir spesifik karyawan.
6.       Penyimpangan-penyimpangan proses staffing.
Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan
prosedur staffing departemen personalia.


7.       Mengurangi ketidak-akuratan informasional.
Suatu prestasi kerja yang buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, rencana  SDM, atau hal lain dalam sistem manajemen personal.
8.       Kesalahan rancangan pekerjaan.
Prestasi kerja yang buruk merupakan suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang keliru.
9.       Kesempatan kerja yang sama.
Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa adanya perbedaan.
10.   Tantangan-tantangan eksternal.
Terkadang penilaian prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi keuangan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan pribadi lainnya.  Dengan penilaian prestasi departemen personalia dapat menawarkan bantuan.
11.    Umpan balik pada SDM.
Kinerja yang baik dan buruk diseluruh organisasi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM yang diterapkan.
C.        Metode-metode Penilaian Prestasi Kerja
Dalam menilai kinerja seorang karyawan, hendaknya berorientasi pada objektivitas jika tidak maka hasil dari penilaian bias saja menimbulkan masalah dalam perusahaan. Untuk mengatasinya maka dibutuhkan metode yang efektif dan efisien.  Berikut ini adalah metode penilaian kinerja :
1.       Penilaian prestasi kerja berorientasi pada masa lalu.
Melalui metode ini manajer menilai dengan mengunakan data masa lalu untuk menentukan seberapa besar produktifitas seorang karyawan. Teknik-teknik penilaian ini terdiri dari :
a.  Rating scale (skala penilaian).
Tenik ini adalah teknik yang paling sederhana dan mudah dimana atasan langsung memberikan penilaian kepada karyawan dengan menggunakan skala yang biasanya berupa angka atau huruf.
b.  Checklist.
Metode ini dilakukan oleh atasan langsung, yang bertujuan untuk mengurangi beban penilai karena tinggal memilih kalimat pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan prestasi kerja karyawan.  Pembobotan dilakukan pada item agar hasil penilaian dapat dikuantifikasikan.
c.  Metode peristiwa kritis.
Merupakan metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-catatan penilai mengenai perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat buruk sekalipun dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerjanya.
d.  Metode peninjauan lapangan.
Metode ini dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara langsung.
e.  Tes dan observasi.
Pada metode ini karyawan akan diberikan pertanyaan tertulis untuk mengukur seberapa kemampuan dan pengetahuannya..  
f.  Metode evaluasi kelompok.
Terdiri dari  tiga metode.  Pertama, metode ranking, yaitu penilaian dilakukan dengan membandingkan karyawan yang satu dengan  karyawan yang lainnya untuk menentukan siapa yang paling baik kinerjanya.  Kedua, Grading atau  forced distribution.  Pada metode ini, penilaian dilakukan dengan memisahkan karyawan ke dalam klasifikasi yang berbeda, dimana setiap klasifikasinya memiliki proporsi tertentu.  Ketiga, Point allocation method, dimana penilai diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dalam kelompok.
2.  Penilaian prestasi kerja berorientasi pada masa depan.
Metode penilaian prestasi kerja berorientasi masa depan memusatkan prestasi pada masa yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan dan penetapan sasaran kerja yang sesuai dengan jabatan karyawan.  Metode ini terdiri dari :
a.  Penilaian diri.
Teknik evaluasi ini berguna untuk  melanjutkan pengembangan diri.  Apabila karyawan menilai dirinya sendiri, perilaku defensif cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan.
b.  Penilaian psikologis.
Dalam metode ini biasanya perusahaan bekerja sama dengan psikolog. Pendekatan emosional biasanya paling banyak digunakan.
c.  Teknik pusat penilaian.
Metode ini dilakukan jika perusahaan memiliki tim penilai khusus untuk mengidentifikasi kemampuan manajemen di masa depan. Penilaian ini bisa  meliputi wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok simulasi, dan sebagainya untuk mengevaluasi potensi karyawan diwaktu yang akan datang.
d.  Pendekatan management by objective.
Bahwa setiap karyawan dan penyelia  secara bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran  pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. Kemudian dengan menggunakan sasaran tersebut, penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama pula. Menurut Rivai (2006), manajemen berdasarkan  Management By Objective (MBO) adalah suatu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan  atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.  Metode ini lebih mengacu pada pendekatan hasil.
Menurut Rivai (2009) ada 3 (tiga) pendekatan yang paling sering dipakai dalam penilaian prestasi kerja,antara lain :
1.       Sistem Penilaian (rating system)
Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu suatu daftar karakteristik, bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan sebuah skala ataupun cara lain untuk menunjukkan tingkat kinerja dari tiap halnya. Perusahaan yang menggunakan sistem ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman dan konsistensi dalam proses penilaian prestasi kerja. Kelemahan sistem ini adalah karena sangat mudahnya untuk dilakukan, para manajerpun jadi mudah lupa mengapa mereka melakukannya dan sistem inipun disingkirkannya.
2.       Sistem Peringkat (ranking system)
Sistem peringkat memperbandingkan karyawan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya: total pendapatan ataupun kemampuan manajemen. Sistem ini hampir selalu tidak tepat untuk digunakan, karena sistem ini mempunyai efek samping yang lebih besar daripada keuntungannya. Sistem ini memaksa karyawan untuk bersaing satu sama lain dalam pengertian yang sebenarnya. Pada kejadian yang positif, para karyawan akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih banyak prestasi untuk bisa mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Sedangkan pada kejadian yang negatif, para karyawan akan berusaha untuk membuat rekan sekerja (pesaing)-nya menghasilkan kinerja yang lebih buruk dan mencapai prestasi yang lebih sedikit dibandingkan dirinya.
3.       Sistem berdasarkan tujuan (object-based system)
Berbeda dengan kedua sistem diatas, penilaian prestasi berdasarkan tujuan mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar ataupun target yang dirundingkan secara perorangan. Sasaran dan standar tersebut ditetapkan secara perorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.
D.        Hambatan-hambatan dalam Penilaian Prestasi Kerja
T.Hani Handoko (1995:140-141) mengatatakan bahwa ada 5 (lima) kendala dalam melakukan penilaian kinerja, yaitu:
1.     Halo Effect
Kendala ini muncul ketika orang yang menilai memiliki hubungan dengan karyawan yang dinilai, menurut Handoko faktor tersebut akan mempengaruhi objektifitas atau berpotensi menimbulkan bias.
2.       Kesalahan Kecenderungan Terpusat
Penilai terkadang tidak merasa nyaman memberikan penilaian yang terlalu baik atau terlalu buruk sehingga hanya memberikan penilian rata-rata.
3.       Bias Terlalu Lunak dan Terlalu Keras.
Bila standar penilaian prestasi tidak jelas maka akan muncul kecenderungan penilai memberikan penilaian yang terlalu lunak maupun penilaian yang terlalu ketat.
4.        Prasangka Pribadi.
Faktor-faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seorang atau kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab prasangka pribadi lain yang mempengaruhi penilaian mencakup faktor senioritas, kesukuan, agama, kesamaan kelompok dan status sosial.
5.       Pengaruh Kesan Terakhir.
Kesan terakhir terkadang memberikan pengaruh yang domonan dalam proses penilaian. Bila suatu pekerjaan atau tugas berakhir maka penilaian akan baik pula namun jika berakhir buruk maka keseluruhan penilain akan menjadi buruk.

E.         Syarat-syarat Penilai
Suatu penilaian dikatakan berhasil apabila hasilnya jujur dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam perusahaan, namun untuk menghasilkan penilaian yang berkualitas dibutuhkan tenaga penilai yang berkualitas dan berpengalaman. seorang penilai yang baik harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
·         Untuk mendapatkan penilaian yang jujur, adil dan objektif maka penilai haruslah orang yang mengerti tentang faktor-faktor yang menjadi indicator penilaian.
·         Penilai harus tegas dan hendaknya mendasarkan penilaiannya pada benar atau salah, baik atau buruknya terhadap unsur-unsur yang dinilai sehingga penilaiannya jujur, adil, dan objektif.
·         Penilai harus mempunyai authority (kewenangan) formal supaya mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
F.         Unsur-unsur yang Dinilai
Unsur yang dinilai dalam melakukan penilaian prestasi adalah kesetiaan karyawan terhadap pekerjaan, jabatan dan organisasi, hasil kerja karyawan baik kualitas maupun kuantitas yang sesuai dengan jabatannya, kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan kedisiplinan karyawan dalam memahami peraturan yang telah ditetapkan. Unsur lainnya yang dinilai adalah kreativitas karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga ia bekerja lebih efektif dan efisien, kemampuan karyawan untuk bekerjasama dengan rekan, atasan dan bawahannya; kepribadian karyawan, yang ditunjukkan  dengan sikap perilaku, kesopanan dan penampilan serta tanggungjawab terhadap  pekerjaan dan hasilnya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku kerjanya.  Unsur-unsur yang dinilai dibagi menjadi tiga kelompok :
·         Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
·         Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang  gerak dari unit masing-masing kedalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
·         Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi dan lain-lain.


KESIMPULAN

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut :
1.       Penilaian kinerja adalah satu langkah yang dilakukan oleh perusahaan atau satu organisasi dalam mengembangkan perusahaan atau organisasi tersebut.
2.       Penilaian kinerja tersebut, dilakukan untuk beberapa tujuan penting,  diantaranya pengembangan diri karyawan tersebut yang secara langsung akan berefek kepada pengembangan perusahaan
3.       Ada banyak metode penilaian kinerja yang sering dilakukan oleh berbagai perusahaan dan instansi. Oleh karena itu pemilihan metode yang tepat juga menentukan terhadap tingkat objektivitas dari penilaian tersebut.
4.       Dari penilaian kinerja ini diharapkan perusahaan atau instansi akan mempunyai dasar yang kuat dalam melakukan dan mengambil kebijakan yang tepat bagi keberlangsungan karir si pegawai dan eksistensi perusahaan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Sjafri Mangkuprawira. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Program Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor

Sondang P Siagian. 1991. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed 1, Cet 4, Jakarta : Bumi Aksara. 1995




 


 
readmore »»